[Exhibition] Poem Of Blood

The Last Race, Dimension Variable Horse Skin and Sand 2006 indonesian artist exhibitions ugo untoro - expose horse for artwork

     Kuda; keindahan, kecepatan dan keperkasaannya. Siapa mampu mengingkari? Tak habis dituliskan, dilukiskan.

Equus yang ter-evolusi dari Eohippus, binatang seperti kancil berkuku empat sekitar 40 juta tahun yang lalu ini mengisi mitos, dongeng atau legenda manusia dimanapun. Centaurs, Pegasus, Sleipnir, Unicorm, Buchepalus, Morengo, Ibnu Ranger atau Gagak Rimang. Bahkan Durna-pun beristrikan kuda.

    

Penaklukan kuda, dari gerombolan – gerombolan liar di hutan, padang rumput, atau gurun pasir dimulai sekitar 3.500 tahun yang lalu, sebagai kuda beban dan tunggang, kuda di “produksi” sebagai hewan tunggang yang dramatis hingga  ada yang menyamakan peristiwa ini dengan lompatan Neil Amstrong; melompat kepunggung kuda dan melompat di dataran bulan melahirkan perubahan di kehidupan manusia.

Kemudian kuda diternakan dan dikembangkan oleh para ahli kuda yang canggih di Yunani, Arab dan Mongolia. Kuda tidak lagi hanya menarik beban dan tunggang, kuda dicptakan dan diproduksi menjadi hewan penjelajah. Pengiring berita, kendaraan tempur dan harta yang istimewa.

Abad penaklukan pun menjadi riuh, dahsyat dan menakutkan.

Kuda sebagai cikal bakal kendaraan tempur yang efektif, menjadi saksi diam dari perang – perang besar di abad silam. Melewati tombak, panah dan peluru, mereka mati tanpa nama dan kubur. Debu yang tercangkul sepatu besinya menutup keringat dan darahnya.

 
Keringat dan darahnya pula yang menghantarkan manusia mengenal sudut-sudut bumi yang lain.

Dari punggung kuda mata manusia melebarkan pengetahuan dan wawasannya. Dari punggung -punggung kuda peradapan manusia merebak di Asia, Afrika dan Eropa. Dari punggung – punggung kuda, pikiran dan ajaran Zarathustra, Sokrates, Gautama, Lao Tse dan para nabi dari benua – benua lain menyebar. Lukisan – lukisan di gua purba, relief, patung, atau syair. Menjelaskan betapa manusia memujanya, keindahan, kesetiaan, dan keperkasaan kuda–kuda tungangangnya.

Keanggunan, kecepatan, keliaran, kekuatannya menjadi simbol manusia sendiri. Simbol hasrat atau nafsu manusia yang tak terbatas. Sejarah kuda menjadi sejarah manusia. Sebagaimana dengan makan yang kini tidak dimaksudkan untuk wareg semata, tetapi juga menggambarkan klas social. Orang makan apa dengan makan dimana jelas beda; juga makan siapa jelas beda. Semuanya menunjukan klas social. Juga kuda !

 

Kuda yang pada awal sejarah kemanusian sangat dihormati sebagai penyampai informasi di era modern dianggap penyimpan informasi yang perlu disibak. Sejarah kuda dibongkar paksa, demi menjalankan fungsinya yang klasik: melayani manusia. Maka, kuda dicari geneloginya, dibolak-balik gen satu kuda dengan jenis kuda lain, di buat poni — sampai dijadikan simbol klas social, dsb, dsb. Singkat kata, kesaksian kuda sebagai penyaksi utama tingkah manusia yang ganas dan brutal terabaikan. Kuda menyimpan sisi tragis kemanusian. Sampai saat ini ia masih senyap menyimpan brutalitas sejarah kemanusiaan. Sementara tak bosan-bosan manusia mencederainya, membantai — manusia takut kuda “berbicara” memberi kesaksian. Manusia melanjutkan sejarah berdarah peradaban dengan mereduksi esensi kuda menjadi sisi maskulin saja. Lalu dari imajinasi kuda lahir mesin-mesin perang.       

Sebagai kendaraan tempur, kuda tergantikan oleh “anak cucunya” yang mampu bekerja  jauh lebih cepat, lebih dingin: panser dan pesawat. Pembantaian, penaklukan yang tak kunjung usai setelah ribuan tahun.

Alat–alat tempur modern yang terlahir dari gemuruhnya kuda–kuda perang ini menempatkan kuda sebagai symbol semangat dan kukuatan sampai penghabisan, sebagai dongeng atau mitos penuh rahasia, sebagai saksi sejarah yang diam.

Kuda, hasil daya cipta manusia yang flamboyant ini, seperti ciptaan manusia yang lainnya, segera tersingkirkan, terbuang ketika ciptaan baru terlahir. Ia bukannlah alat produksi namun produksi itu sendiri!. Setelah mengantarkan manusia menuju peradaban,kuda mati di jalanan aspal berasap dan tempat penyembelihan.

 
Kuda adalah paradok yang tragis dari budaya modern.

Pameran ini mengeksplorasi kuda sebagai penyaksi sejarah peradaban-berdarah manusia yang diam, namun menyakitkan. Kuda menyimpan sebuah misteri yang di dalamnya terdapat  semacam pengkhianatan manusia atas sahabatnya sendiri — poem of blood

          

                                                                                                                  

Ugo Untoro

 

Artwork 2005

Artwork 2007